Back

Rupiah Melemah di Atas 16.300 saat USD/IDR Terkoreksi, Pasar Cermati Data JOLTS AS

  • USD/IDR bertahan di 16.309, namun tekanan terhadap Dolar AS masih terasa.
  • Inflasi Indonesia melambat dan surplus perdagangan menyusut; PMI manufaktur AS beragam, The Fed tetap berhati-hati.
  • Investor fokus pada data JOLTS AS, diharapkan dapat memberikan arah pergerakan selanjutnya.

Kurs spot USD/IDR relatif stabil pada perdagangan hari Selasa menjelang sesi Eropa. Rupiah Indonesia (IDR) diperdagangkan di level 16.309 per Dolar AS (USD), mencatatkan pelemahan 13 poin atau -0,08% dibandingkan penutupan sebelumnya. Meskipun harga sempat menyentuh level terendah harian di 16.265, Dolar telah menekan Rupiah untuk tetap bertengger di atas Exponential Moving Average (EMA) 200 harian di 16.259, yang merupakan zona penting support dinamis bagi pasangan mata uang ini.

Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) sedikit pulih dari tekanan sebelumnya, naik 0,15% ke level 98,858, setelah sempat menyentuh level terendah harian di 98,58. Namun secara teknis, DXY masih tertahan di bawah garis SMA 100 hari, menandakan bahwa tekanan jual terhadap Greenback belum sepenuhnya mereda.

Data Indonesia Beragam: Inflasi Melambat, Impor Melejit, Surplus Perdagangan Menyusut

Sejumlah indikator ekonomi Indonesia yang dirilis pada hari Senin mencerminkan sinyal beragam. Surplus Neraca perdagangan Indonesia pada bulan April hanya mencapai USD 0,15 miliar, anjlok dari capaian bulan sebelumnya sebesar USD 4,33 miliar. Penurunan ini terutama disebabkan oleh lonjakan impor sebesar 21,84% YoY, yang melampaui pertumbuhan ekspor sebesar 5,76%, seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.

Di sisi harga, Inflasi tahunan (YoY) pada bulan Mei tercatat sebesar 1,6%, melambat dari 1,95%. Inflasi inti juga turun tipis ke 2,4% dari 2,5%. Secara bulanan (MoM), tercatat deflasi sebesar 0,37%, berbalik arah dari inflasi 1,17%. Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa tekanan harga masih terkendali, dalam kisaran target 2,5±1% untuk 2025-2026.

Sementara itu, sektor manufaktur mencatat sedikit perbaikan. PMI Manufaktur S&P Global Indonesia di bulan Mei naik ke 47,4 dari 46,7, mengindikasikan kontraksi yang mulai mereda di sektor manufaktur meski masih di bawah batas 50.

Data Manufaktur AS Bervariasi, The Fed Dallas Tegaskan Sikap Hati-Hati

Dari Amerika Serikat, data manufaktur menunjukkan arah yang bertolak belakang. Indeks PMI Manufaktur Akhir versi S&P Global mencatat kenaikan menjadi 52 pada periode Mei 2025, naik dari 50,2, sementara PMI Manufaktur ISM turun ke 48,5 dari 48,7 di bulan sebelumnya – lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 49,5.

Pekerjaan Manufaktur ISM naik tipis ke 46,8 dari 46,5. Harga Manufaktur ISM turun tipis ke 69,4 dari 69,8. Pesanan Baru Manufaktur ISM mencatat perbaikan kecil ke 47,6 dari 47,2 yang mengindikasikan bahwa permintaan masih lemah namun tidak terus memburuk.

Dalam pernyataan terbarunya pada hari Senin, Presiden The Fed Dallas, Lorie Logan, menyatakan ekonomi AS tetap tangguh di tengah volatilitas pasar. Ia menilai risiko terhadap stabilitas harga dan ketenagakerjaan saat ini seimbang, mendukung pendekatan kebijakan yang hati-hati ke depan. "Tugas kami adalah memastikan inflasi tidak menjadi persisten," ujarnya.

Ketegangan Dagang AS-Tiongkok Memanas Lagi, Trump Gandakan Tarif Baja dan Aluminium

Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali mencuat di tengah ketidakpastian ekonomi global. Trump menuduh Beijing “sepenuhnya melanggar” kesepakatan gencatan senjata tarif yang dicapai awal Mei di Jenewa. USTR Jamieson Greer juga menuding Tiongkok gagal menghapus hambatan non-tarif seperti yang dijanjikan. Kementerian Perdagangan Tiongkok membantah tuduhan tersebut, menegaskan bahwa mereka telah mematuhi komitmen yang disepakati, termasuk penangguhan tarif dan hambatan non-tarif.

Di tengah tekanan ekonomi domestik, Trump mengumumkan rencana untuk menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50%.

Sementara itu, dalam sengketa hukum terkait tarif, Pengadilan Banding AS mengizinkan penerapan tarif Trump, membatalkan keputusan sebelumnya yang menyatakan kebijakan tersebut melebihi kewenangan presiden.

Analis valuta asing Commerzbank, Michael Pfister, menyoroti ketidakpastian arah kebijakan perdagangan AS yang kian membingungkan. “Respons pasar terhadap Dolar akan sangat tergantung pada sifat spesifik dari langkah kebijakan berikutnya,” ujarnya.

Resah Menunggu Keputusan RUU "One Big Beautiful" di Senat

DPR AS telah meloloskan RUU “One Big Beautiful”, paket stimulus besar yang mencakup pemotongan pajak dan peningkatan belanja publik. Namun, risiko defisit yang membengkak membayangi sentimen pasar. Kebijakan ini dinilai berisiko memperbesar defisit fiskal dan mempertahankan imbal hasil obligasi pada level tinggi, memicu kekhawatiran investor dan mendorong arus keluar dari aset-aset AS – fenomena yang kini dikenal sebagai “Sell America”. Para analis memperingatkan bahwa kombinasi tekanan fiskal dan ketegangan dagang dapat menjadi penghambat utama bagi ekonomi AS di paruh kedua tahun ini.

Di Senat, para legislator Partai Republik kini berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan pembahasan dan pengesahan RUU besar ini sebelum tenggat 4 Juli.

Pasar Cermati JOLTS: Sinyal Penting Tenaga Kerja AS

Sentimen pasar saat ini sangat bergantung pada data tenaga kerja AS. Laporan Lowongan Pekerjaan JOLTS akan dirilis pada hari Selasa, 14:00 GMT (21:00 WIB) – diprakirakan menunjukkan penurunan lowongan kerja ke level terendah dalam empat tahun.

Yohay Elam, Analis Senior FXStreet menyebutkan dalam laporannya bahwa "sorotan utama laporan ini adalah tingkat pengunduran diri, yang mencerminkan kepercayaan pekerja. Angka tinggi menandakan optimisme, sementara penurunan menunjukkan keraguan terhadap prospek ekonomi."

Indikator Ekonomi

Lowongan Pekerjaan JOLTS

Lowongan Pekerjaan JOLTS adalah survei yang dilakukan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS untuk membantu mengukur lowongan pekerjaan. Mengumpulkan data dari sejumlah pengusaha termasuk pengecer, produsen dan kantor-kantor yang berbeda setiap bulan.

Baca lebih lanjut

Rilis berikutnya Sel Jun 03, 2025 14.00

Frekuensi: Bulanan

Konsensus: 7.1Jt

Sebelumnya: 7.192Jt

Sumber: US Bureau of Labor Statistics

Ketenagakerjaan FAQs

Kondisi pasar tenaga kerja merupakan elemen kunci untuk menilai kesehatan ekonomi dan dengan demikian menjadi pendorong utama penilaian mata uang. Tingkat ketenagakerjaan yang tinggi, atau tingkat pengangguran yang rendah, memiliki implikasi positif bagi pengeluaran konsumen dan dengan demikian pertumbuhan ekonomi, yang mendorong nilai mata uang lokal. Selain itu, pasar tenaga kerja yang sangat ketat – situasi di mana terdapat kekurangan pekerja untuk mengisi posisi yang kosong – juga dapat memiliki implikasi pada tingkat inflasi dan dengan demikian kebijakan moneter karena pasokan tenaga kerja yang rendah dan permintaan yang tinggi menyebabkan upah yang lebih tinggi.

Laju pertumbuhan upah dalam suatu perekonomian menjadi kunci bagi para pembuat kebijakan. Pertumbuhan upah yang tinggi berarti rumah tangga memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan, yang biasanya menyebabkan kenaikan harga barang-barang konsumsi. Berbeda dengan sumber inflasi yang lebih fluktuatif seperti harga energi, pertumbuhan upah dipandang sebagai komponen utama inflasi yang mendasar dan berkelanjutan karena kenaikan gaji tidak mungkin dibatalkan. Bank-bank sentral di seluruh dunia memperhatikan data pertumbuhan upah dengan saksama ketika memutuskan kebijakan moneter.

Bobot yang diberikan masing-masing bank sentral terhadap kondisi pasar tenaga kerja bergantung pada tujuannya. Beberapa bank sentral secara eksplisit memiliki mandat yang terkait dengan pasar tenaga kerja di luar pengendalian tingkat inflasi. Federal Reserve AS (The Fed), misalnya, memiliki mandat ganda untuk mempromosikan lapangan kerja maksimum dan harga yang stabil. Sementara itu, mandat tunggal Bank Sentral Eropa (ECB) adalah untuk menjaga inflasi tetap terkendali. Namun, dan terlepas dari mandat apa pun yang mereka miliki, kondisi pasar tenaga kerja merupakan faktor penting bagi para pengambil kebijakan mengingat signifikansinya sebagai tolok ukur kesehatan ekonomi dan hubungan langsungnya dengan inflasi.

Budget Balance Perancis April: €-69.3B versus Sebelumnya €-47.03B

Budget Balance Perancis April: €-69.3B versus Sebelumnya €-47.03B
Baca lagi Previous

Valas Hari Ini: Penjualan Dolar AS Terhenti Menjelang Data AS, Berita Tarif

Berikut adalah yang perlu Anda ketahui pada hari Selasa, 3 Juni:
Baca lagi Next